Jumat, 10 April 2015

ANTARA AKIK DAN FENOMENA SYIRIK

Demam batu akik melanda negeri ini. Di antara harga beras membumbung tinggi, nilai tukar rupiah kalah bersaing dengan dolar, kengerian karena pembegalan motor di mana-mana, dan iklim perpolitikan yang kisruh, kegilaan terhadap batu akik semakin melengkapi realita kehidupan masyarakat Nusantara.

Lalu, salahkah itu? Apakah tidak boleh jika seseorang menyukai batu akik yang dikenal sebagai aksesoris paling populer? Bukahkah wajar saja bila kecemerlangan akik menarik banyak mata karena pesona keindahannya? Dan apa kaitannya akik dengan syirik?

Memang, sah-sah saja jika seseorang menyukai atau bahkan tergila-gila terhadap batu akik. Apalagi akik merupakan salah satu jenis dari batu permata. Batu permata mengandung mineral yang terbentuk melalui proses geologi dengan kandungan kimia berharga jual tinggi. Tidak mengherankan jika berbagai jenis permata ada yang mencapai harga hingga ratusan jutaan rupiah. Intan, berlian, ruby, safir, atau zamrud adalah contoh dari batu permata dengan harga selangit.

Nah, akik (agate atau agaat)meskipun nilai jualnya tidak setinggi batu-batu permata tersebut, tapi keberadaannya sangat digemari. Bagi sebagian orang, pamor akik setara dengan batu giok (batu permata hijau khas Cina) atau kecubung. Apalagi akik mudah ditemui di seluruh dunia, berwarna-warni, dan punya ciri khas garis-garis dengan warna berbeda seperti coretan, lingkaran atau urat. Pola yang bagi banyak orang punya pesona menarik hati, termasuk juga bagi masyarakat Nusantara.

Akik jadi trend setter dan fenomenal karena disukai oleh hampir semua kalangan. Tua-muda, pria-wanita, kaya-miskin, pejabat-rakyat biasa, hingga artis-masyarakat awam, rata-rata menyukainya. Keberadaan akik dijadikan sebagai mata cicin. Yang mana cincin itu dipakai oleh pemiliknya dengan beragam alasan. Ada yang menyukai cincin berbatu akik karena hobi, menganggap akik sebagai aksesoris untuk menunjang penampilan, sekadar ikut-ikutan trend, atau karena meyakini akik punya khasiat tertentu.

Untuk alasan terakhir (akik berkhasiat), keberadaan batu ini bisa menjadi pintu masuk iblis untuk menyesatkan manusia. Pintu masuk agar manusia berbuat dosa teramat besar, yakni syirik. Menyekutukan Allah SWT dengan hal lain, baik itu berupa orang/tradisi/gagasan/benda yang diyakini punya kuasa seperti Allah. Termasuk mempercayai hal lain itu sebagai perantara agar keinginannya dikabulkan Allah, juga tergolong syirik. [Suhendri Cahya Purnama]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar